Kamis, 15 Juni 2017

Subsidi Listrik

Dari dulu seingat saya, tiap kali ada ribut 2 kenaikan tarif listrik, beras , bbm dan lain-lain saya tidak pernah ikut ikutan protes, apalagi menyalahkan orang lain.

Masalah listrik:
Apa alasannya? Sederhana, saya bersyukur. Bayangkan saja, dari sejak lahir sampai tamat SMA, ya kurang lebih selama 18 tahun, TIDAK PERNAH merasakan nikmatnya listrik.
Di KTP tempat lahir Purworejo, tapi sebetulnya itu kabupatennya, dan tempat saya sekolah SMP dan SMA. Saya tinggal 12km di selatan Purworejo, di desa, maka jangan heran kalau waktu itu belum ada listrik.


Tiap sore harus membersihkan semprong teplok (googling kalau nggak tahu), mengisi minyak tanah, menyiapkan lampu tekan yang populer dengan lampu #petromak, lumayan terang. Tapi mendekati tengah malam semua akan menjadi gelap gulita.

Nah, kebayang nggak? Jadi pantas kalau nilai raport saya jelek, mau baca saja gelap #alasanmodeon.
Untung dulu belum suka mainan solder, kebayang nggak sih, kalau nyolder harus pakai arang. Hah satu lagi, pakaian saya semuanya hampir tidak pernah di seterika.


Untuk menyeterika harus prepare seperti orang mau bakar sate, lah mending kalau yang mau diseterika banyak, lha wong pakaian saya juga cuma beberapa lembar.

Sudahlah, jangan manja, jangan cengeng, kalaupun kebetulan sekarang pakai listrik yang 900VA dan dicabut subsidinya, ya relakan saja, itung2 bantu sodara2 kita yang belum menikmati listrik.
Saya langganan listrik beberapa meteran, yang paling kecil 1.300VA yang paling besar 4.400VA #tanpasubsidi#

Dengan semua pengalaman hidup yang saya lalui selama ini, maka tidak ada alasan bagi saya untuk bersyukur.

Bandung, menunggu saat buka puasa ke 20 di 1438H (2017)